Sebelum
 saya membahas Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Kini, saya akan 
sedikit mengulas tentang Sejarah Bahasa Indonesia atau bisa dikatakan 
perjalanan dari dahulu hingga saat ini. 
Sejarah Singkat Bahasa Indonesia
Sejak ditetapkan sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia terus 
mengalami perkembangan. Lebih-lebih setelah pemerintah secara resmi 
mengangkatnya sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, pemakaian 
bahasa Indonesia menjadi lebih luas. Bahkan, hampir semua bidang 
kehidupan di negeri ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa 
pengantar perhubungan.
Sejak ditetapkan sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia terus 
mengalami perkembangan. Lebih-lebih setelah pemerintah secara resmi 
mengangkatnya sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, pemakaian 
bahasa Indonesia menjadi lebih luas. Bahkan, hampir semua bidang 
kehidupan di negeri ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa 
pengantar perhubungan.
Kesepakatan menerima bahasa Melayu (bahasa Indonesia) menjadi bahasa nasional secara resmi (de yure) tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Dalam pasal itu selengkapnya berbunyi, “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”. Sungguhpun
 bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa nasional, pemerintah 
tetap memelihara keberadaan bahasa-bahasa daerah sebagai bagian kekayaan
 budaya nasional.
Konsekuensi dari ketetapan itu, kedudukan bahasa Indonesia baik 
sebagai bahasa nasional maupun bahasa negara, pelestarian, pembinaan dan
 pengembangannya menjadi kewajiban bagi setiap warga negara yang merasa 
dirinya sebagai bangsa Indonesia. Tidak hanya itu, pembinaan dan 
pengembangan bahasa Indonesia harus dilaksanakan dengan mewajibkan 
penggunaannya secara baik dan benar.
Untuk mengakomodasi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara,
 khususnya sebagai bahasa resmi di dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
 pengetahuan serta teknologi modern, pemerintah telah berupaya 
mengembangkan melalui lembaga-lembaga pendidikan  mulai dari jenjang 
sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Sebagai ketetapan mutlak dari pengejawantahan komitmen tersebut, 
bahasa Indonesia harus dipakai sebagai pengantar di setiap jenjang 
pendidikan yang diselenggarakan di seluruh tanah air. Sekalipun 
demikian, kedudukan bahasa daerah tetap berperan penting sebagai bahasa 
pengantar pada kelas-kelas awal, mengingat tidak semua anak negeri ini 
terlahir dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama.
Upaya pembinanaan dan pengembangan bahasa Indonesia terus dilakukan. 
Sejak tahun 1938  hingga dewasa ini setidaknya telah delapan kali 
kongres  bahasa diselenggarakan. Kebijaksanaan pembakuan bahasa, pedoman
 peristilahan, pedoman penyerapan dan sebagainya, terus dilakukan agar 
bahasa Indonesia mencapai kesempurnaan, dan dapat menunjukkan jati 
dirinya.
Bahasa Indonesia di Masa Lampau
Setelah kementerian pengajaran berdiri, penetapan kebijaksanaan 
bidang pengajaran mulai dijalankan. Tugas kementerian pengajaran 
tersebut di antaranya adalah menyusun rencana-rencana pengajaran. Salah 
satu bagian dari rencana pengajaran itu adalah rencana pengajaran bahasa
 Indonesia, mengingat Bahasa Indonesia pada waktu itu memiliki kedudukan
 amat penting sebagai identitas negara yang baru saja meraih 
kemerdekaan.
Kementerian pengajaran pada tahun 1946 secara resmi mengeluarkan 
rencana pelajaran. Rencana pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar 
misalnya, kementerian menetapkan alokasi jumlah jam terbesar di antara 
sebelas matapelajaran yang lain. Pada waktu itu model pelajaran di 
sekolah dasar masih menggunakan dua daftar jam pelajaran yang terbagi 
atas: sekolah dasar dengan satu bahasa dan sekolah dasar dengan dua 
bahasa. Sekolah dasar dengan satu bahasa yang dimaksud adalah sekolah 
tersebut hanya menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, 
sedangkan sekolah dasar dengan dua bahasa, selain menggunakan bahasa 
Indonesia, sekolah tersebut juga menggunakan bahasa daerah sebagai 
pengantar terutama pada kelas-kelas permulaan. Hal 
ini sesuai dengan kerangka kurikulum sekolah dasar 1968 yang 
mengamanatkan pelajaran Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa 
pengantar dari kelas I sampai dengan kelas VI, dan atau digunakan 
sebagai bahasa pengantar dari kelas IV sampai dengan kelas VI. Dasar 
dari dua kerangka ini tertuang dalam UU tentang Pendidikan dan 
Pengajaran Nomor 4 tahun 1950.
Berdasarkan ketetapan Undang-Undang tersebut, pengajaran Bahasa 
Indonesia dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama Bahasa Indonesia 
diajarkan sejak kelas I sampai dengan kelas VI, sedangkan kelompok kedua
 diajarkan sejak kelas III sampai dengan kelas VI. Dengan demikian, jika
 dihitung akan terdapat perbedaan jumlah jam pelajaran sebesar 340 jam 
pada kelompok pertama yang mengajarkan Bahasa Indonesia selama enam 
tahun dibandingkan dengan kelompok kedua yang hanya empat tahun. Dalam 
Kurikulum 1968 pelajaran Bahasa Indonesia mendapatkan alokasi jam 
pelajaran sebesar 1.680, dan alokasi jam pelajaran ini akan semakin 
banyak lagi dalam kurikulum tahun 1975, sehingga bidang studi Bahasa 
Indonesia menduduki jumlah jam pelajaran terbesar, yaitu delapan jam 
pelajaran pada setiap minggu dibandingkan dengan pelajaran yang lain 
yakni, antara dua  sampai enam jam pelajaran.
Selanjutnya, dalam amanat Undang-Undang itu tujuan umum pengajaran 
Bahasa Indonesia adalah untuk menanamkan, memupuk dan mengembangkan: (1)
 perasaan dan kesadaran nasional; (2) kecakapan berbahasa Indonesia 
lisan dan tulisan; (3) kecakapan berpikir dinamis, rasional dan praktis 
dalam bahasa Indonesia; dan (4) kemampuan memahami, mengungkapkan dan 
menikmati keindahan bahasa Indonesia yang sederhana baik lisan maupun 
tulisan.
Bertolak dari tujuan tersebut upaya penyelenggaraan pengajaran Bahasa
 Indonesia dilakukan melalui prosedur pengembangan sistem intruksional, 
dengan rumusan tujuan sebagai berikut: 1) tingkah laku murid.
 Bentuk tingkah laku yang dimaksud, pelajaran Bahasa Indonesia 
diharapkan dapat membentuk sikap, perilaku dan kemampuan siswa dalam 
menggunakan Bahasa Indonesia; 2) Penetapan materi pelajaran. Penetapan materi pelajaran yang dimaksud, materi tersebut disesuaikan dengan tingkat dan jenjang pendidikan anak; 3) Perencanaan kegiatan belajar mengajar.
 Perencanaan kegiatan belajar mengajar yang dimaksud adalah penyiapan 
dengan sebaik-baiknya segala hal ikhwal berkaitan dengan proses 
pembelajaran, karena proses pembelajaran yang disiapkan dengan matang 
dapat menciptakan minat yang tinggi terhadap siswa untuk belajar bahasa;
 4) Penetapan alat praga. Jika perlu guru dapat menciptakan alat praga sebagai sarana untuk memudahkan anak menerima materi pelajaran, dan 5) penetapan alatevaluasi.
 Maksudnya, guru menyiapkan seperangkat alat evaluasi yang akan 
digunakan untuk mengukur kemampuan anak setelah menerima materi 
pelajaran. 
Bahasa Indonesia di Masa Kini
Sistem pendidikan di Indonesia sampai saat ini dianggap masih belum 
stabil. Setiap pergantian pejabat selalu menimbulkan masalah tersendiri.
 Jika ditengok  perjalanan kurikulum pendidikan kita, selalu saja 
berganti-ganti. Yang terkini adalah diubahnya kurikulum berbasis 
kompetensi menjadi kurikulum tingkat satuan pelajaran (KTSP), meskipun 
dengan dalih sebagai pengembangan kurikulum sebelumnya.
Banyak praktisi pendidikan yang bingung terhadap kebijaksaan 
tersebut. Yang lebih memperihatinkan, sering sebelum kebijaksanaan itu 
tersosialisasi dengan baik di tingkat bawah, telah muncul kebijaksanaan 
baru. Akibatnya para guru banyak yang putus asa, karena apa yang 
dilakukan selama ini, sebelum sampai pada tujuan yang ingin dituju, 
terpaksa harus berbalik arah.
Imbas dari kebijaksanaan itu dirasakan pula oleh guru-guru Bahasa 
Indonesia. Banyak guru Bahasa Indonesia yang turut kebingungan mengikuti
 arah kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut, sehingga 
banyak pula diantara mereka yang akhirnya kembali mengajar dengan 
menggunakan pola lama.
Dengan ditetapkannya kebijaksanaan tentang ujian akhir nasional (UAN)
 oleh pemerintah, di sisi lain merupakan harapan baru bagi perkembangan 
Bahasa Indonesia. Dengan ketetapan itu mau tidak mau Bahasa Indonesia 
akan mendapatkan apresiasi yang besar di masyarakat, tetapi di lain 
pihak menjadi beban tersendiri bagi guru Bahasa Indonesia, karena mereka
 harus bekerja ekstra memenuhi dua tuntutan sekaligus. Di sisi lain ia 
harus pengajar memenuhi tuntutan kurikulum, dan di lain pihak ia harus 
mempersiapkan ujian akhir nasional.
Banyak terdengar suatu lembaga pendidikan menetapkan sebuah 
kebijaksanaan yang melaggar ketetapan kurikulum. Misalnya, lembaga 
pendidikan yang hanya mengajarkan tiga bidang studi kepada 
siswa-siswanya pada tahun terakhir menjelang diselenggarakannya ujian 
akhir nasional, sedangkan matapelajaran lain diabaikan.  Yang lebih 
parah lagi ada sekolah yang hanya mengadakan driil soal-soal UAN dari ketiga bidang studi yang akan diujikan tersebut, pada lima atau enam bulan menjelang diselenggarakannya UAN.
Pelajaran Bahasa Indonesia juga tidak luput dari kebijaksanaan itu. 
Banyak guru Bahasa Indonesia harus ikut-ikutan melakukan praktik 
tersebut agar mereka tidak disebut gagal dalam mengajar. Sebagaimana 
persepsi sebagian besar masyarakat, bahwa keberhasilan guru terletak 
pada keberhasilannya membawa anak mencapai nilai tertinggi, atau lulus 
pada ujian akhir nasional.
sumber :
 
Warsiman. 2007. 
Kaidah bahasa Indonesia yang Benar: untuk Penulisan Karya Ilmiah (Laporan-Skripsi-Tesis-Desertasi). Bandung: Dewa Ruchi.
1 Dr. Warsiman, M.Pd.,
 lahir di Bojonegoro, 5 Juni 1971. Dosen tetap pada Fakultas Adab IAIN 
Sunan Ampel Surabaya, dan dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia FPBS
 IKIP PGRI Bojonegoro. Menyelesaikan program doktor (S-3) pada program 
studi Pendidikan Bahasa Indonesia di Sekolah Pascasarjana Universitas 
Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung tahun 2009.