Jumat, 26 Oktober 2012

Kata-Kata yang Berasal dari Lingkungan

Kuping Gajah : tumbuhan yang bentuknya seperti kuping gajah.
Coral Api : koral yang jika terkena kulit akan panas seperti terbakar api.
Walang Sangit : belalang yang bau sangit.
Surabaya : Provinsi yang diambil dari cerita ikan hiu Sura yang berkelahi dengan buaya.
Banyu Wangi : Provinsi yang diambil dari cerita tentang air yang wangi.
Pondok Cina : nama daerah yang konon dulu adalah tempat orang cina singgah untuk berdagang.
Kebon Jeruk : nama dearah yang konon dulu adalah tempat kebun jeruk.
Keset : alat yang dibuat untuk mengesatkan kaki.
dangdut : karena alunan musiknya dang-dut
jangkrik : karena bunyinya krikrik
atapers : karena naik kereta diatap
undur-undur : karena jalannya mundur
apel malang : karena apelnya berasal dari malang
kacang bogor : karena kacangnya berasal dari bogor
walang sangit : karena walang (belalang) itu berbau sangit
kaki seribu : karena serangga itu memiliki kaki yg banyak seperti terlihat 1000 kaki
jalan raya : karena jalanan itu ramai/raya
macan tutul : karena macan itu memiliki tutul-tutul
kumbang badak : karena kumbang itu memiliki 1 cula seperti badak
Meong Disebut seperti itu karena kucing berbunyi meong..
Mbek :  Disebut seperti itu karena kambing berbunyi mbek.. 
GukgukDisebut seperti itu karena anjing berbunyi gukguk.. 
 

Jumat, 19 Oktober 2012

Perkembangan Bahasa Indonesia Pada Masa Kini

Sebelum saya membahas Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Kini, saya akan sedikit mengulas tentang Sejarah Bahasa Indonesia atau bisa dikatakan perjalanan dari dahulu hingga saat ini. 

Sejarah Singkat Bahasa Indonesia

Sejak ditetapkan sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan. Lebih-lebih setelah pemerintah secara resmi mengangkatnya sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, pemakaian bahasa Indonesia menjadi lebih luas. Bahkan, hampir semua bidang kehidupan di negeri ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar perhubungan.
Sejak ditetapkan sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan. Lebih-lebih setelah pemerintah secara resmi mengangkatnya sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, pemakaian bahasa Indonesia menjadi lebih luas. Bahkan, hampir semua bidang kehidupan di negeri ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar perhubungan.
Kesepakatan menerima bahasa Melayu (bahasa Indonesia) menjadi bahasa nasional secara resmi (de yure) tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Dalam pasal itu selengkapnya berbunyi, “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”. Sungguhpun bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa nasional, pemerintah tetap memelihara keberadaan bahasa-bahasa daerah sebagai bagian kekayaan budaya nasional.
Konsekuensi dari ketetapan itu, kedudukan bahasa Indonesia baik sebagai bahasa nasional maupun bahasa negara, pelestarian, pembinaan dan pengembangannya menjadi kewajiban bagi setiap warga negara yang merasa dirinya sebagai bangsa Indonesia. Tidak hanya itu, pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus dilaksanakan dengan mewajibkan penggunaannya secara baik dan benar.
Untuk mengakomodasi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, khususnya sebagai bahasa resmi di dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern, pemerintah telah berupaya mengembangkan melalui lembaga-lembaga pendidikan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Sebagai ketetapan mutlak dari pengejawantahan komitmen tersebut, bahasa Indonesia harus dipakai sebagai pengantar di setiap jenjang pendidikan yang diselenggarakan di seluruh tanah air. Sekalipun demikian, kedudukan bahasa daerah tetap berperan penting sebagai bahasa pengantar pada kelas-kelas awal, mengingat tidak semua anak negeri ini terlahir dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama.
Upaya pembinanaan dan pengembangan bahasa Indonesia terus dilakukan. Sejak tahun 1938 hingga dewasa ini setidaknya telah delapan kali kongres bahasa diselenggarakan. Kebijaksanaan pembakuan bahasa, pedoman peristilahan, pedoman penyerapan dan sebagainya, terus dilakukan agar bahasa Indonesia mencapai kesempurnaan, dan dapat menunjukkan jati dirinya.

Bahasa Indonesia di Masa Lampau

Setelah kementerian pengajaran berdiri, penetapan kebijaksanaan bidang pengajaran mulai dijalankan. Tugas kementerian pengajaran tersebut di antaranya adalah menyusun rencana-rencana pengajaran. Salah satu bagian dari rencana pengajaran itu adalah rencana pengajaran bahasa Indonesia, mengingat Bahasa Indonesia pada waktu itu memiliki kedudukan amat penting sebagai identitas negara yang baru saja meraih kemerdekaan.
Kementerian pengajaran pada tahun 1946 secara resmi mengeluarkan rencana pelajaran. Rencana pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar misalnya, kementerian menetapkan alokasi jumlah jam terbesar di antara sebelas matapelajaran yang lain. Pada waktu itu model pelajaran di sekolah dasar masih menggunakan dua daftar jam pelajaran yang terbagi atas: sekolah dasar dengan satu bahasa dan sekolah dasar dengan dua bahasa. Sekolah dasar dengan satu bahasa yang dimaksud adalah sekolah tersebut hanya menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, sedangkan sekolah dasar dengan dua bahasa, selain menggunakan bahasa Indonesia, sekolah tersebut juga menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar terutama pada kelas-kelas permulaan. Hal ini sesuai dengan kerangka kurikulum sekolah dasar 1968 yang mengamanatkan pelajaran Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dari kelas I sampai dengan kelas VI, dan atau digunakan sebagai bahasa pengantar dari kelas IV sampai dengan kelas VI. Dasar dari dua kerangka ini tertuang dalam UU tentang Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 tahun 1950.
Berdasarkan ketetapan Undang-Undang tersebut, pengajaran Bahasa Indonesia dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama Bahasa Indonesia diajarkan sejak kelas I sampai dengan kelas VI, sedangkan kelompok kedua diajarkan sejak kelas III sampai dengan kelas VI. Dengan demikian, jika dihitung akan terdapat perbedaan jumlah jam pelajaran sebesar 340 jam pada kelompok pertama yang mengajarkan Bahasa Indonesia selama enam tahun dibandingkan dengan kelompok kedua yang hanya empat tahun. Dalam Kurikulum 1968 pelajaran Bahasa Indonesia mendapatkan alokasi jam pelajaran sebesar 1.680, dan alokasi jam pelajaran ini akan semakin banyak lagi dalam kurikulum tahun 1975, sehingga bidang studi Bahasa Indonesia menduduki jumlah jam pelajaran terbesar, yaitu delapan jam pelajaran pada setiap minggu dibandingkan dengan pelajaran yang lain yakni, antara dua sampai enam jam pelajaran.
Selanjutnya, dalam amanat Undang-Undang itu tujuan umum pengajaran Bahasa Indonesia adalah untuk menanamkan, memupuk dan mengembangkan: (1) perasaan dan kesadaran nasional; (2) kecakapan berbahasa Indonesia lisan dan tulisan; (3) kecakapan berpikir dinamis, rasional dan praktis dalam bahasa Indonesia; dan (4) kemampuan memahami, mengungkapkan dan menikmati keindahan bahasa Indonesia yang sederhana baik lisan maupun tulisan.
Bertolak dari tujuan tersebut upaya penyelenggaraan pengajaran Bahasa Indonesia dilakukan melalui prosedur pengembangan sistem intruksional, dengan rumusan tujuan sebagai berikut: 1) tingkah laku murid. Bentuk tingkah laku yang dimaksud, pelajaran Bahasa Indonesia diharapkan dapat membentuk sikap, perilaku dan kemampuan siswa dalam menggunakan Bahasa Indonesia; 2) Penetapan materi pelajaran. Penetapan materi pelajaran yang dimaksud, materi tersebut disesuaikan dengan tingkat dan jenjang pendidikan anak; 3) Perencanaan kegiatan belajar mengajar. Perencanaan kegiatan belajar mengajar yang dimaksud adalah penyiapan dengan sebaik-baiknya segala hal ikhwal berkaitan dengan proses pembelajaran, karena proses pembelajaran yang disiapkan dengan matang dapat menciptakan minat yang tinggi terhadap siswa untuk belajar bahasa; 4) Penetapan alat praga. Jika perlu guru dapat menciptakan alat praga sebagai sarana untuk memudahkan anak menerima materi pelajaran, dan 5) penetapan alatevaluasi. Maksudnya, guru menyiapkan seperangkat alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan anak setelah menerima materi pelajaran.

Bahasa Indonesia di Masa Kini

Sistem pendidikan di Indonesia sampai saat ini dianggap masih belum stabil. Setiap pergantian pejabat selalu menimbulkan masalah tersendiri. Jika ditengok perjalanan kurikulum pendidikan kita, selalu saja berganti-ganti. Yang terkini adalah diubahnya kurikulum berbasis kompetensi menjadi kurikulum tingkat satuan pelajaran (KTSP), meskipun dengan dalih sebagai pengembangan kurikulum sebelumnya.
Banyak praktisi pendidikan yang bingung terhadap kebijaksaan tersebut. Yang lebih memperihatinkan, sering sebelum kebijaksanaan itu tersosialisasi dengan baik di tingkat bawah, telah muncul kebijaksanaan baru. Akibatnya para guru banyak yang putus asa, karena apa yang dilakukan selama ini, sebelum sampai pada tujuan yang ingin dituju, terpaksa harus berbalik arah.
Imbas dari kebijaksanaan itu dirasakan pula oleh guru-guru Bahasa Indonesia. Banyak guru Bahasa Indonesia yang turut kebingungan mengikuti arah kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut, sehingga banyak pula diantara mereka yang akhirnya kembali mengajar dengan menggunakan pola lama.
Dengan ditetapkannya kebijaksanaan tentang ujian akhir nasional (UAN) oleh pemerintah, di sisi lain merupakan harapan baru bagi perkembangan Bahasa Indonesia. Dengan ketetapan itu mau tidak mau Bahasa Indonesia akan mendapatkan apresiasi yang besar di masyarakat, tetapi di lain pihak menjadi beban tersendiri bagi guru Bahasa Indonesia, karena mereka harus bekerja ekstra memenuhi dua tuntutan sekaligus. Di sisi lain ia harus pengajar memenuhi tuntutan kurikulum, dan di lain pihak ia harus mempersiapkan ujian akhir nasional.
Banyak terdengar suatu lembaga pendidikan menetapkan sebuah kebijaksanaan yang melaggar ketetapan kurikulum. Misalnya, lembaga pendidikan yang hanya mengajarkan tiga bidang studi kepada siswa-siswanya pada tahun terakhir menjelang diselenggarakannya ujian akhir nasional, sedangkan matapelajaran lain diabaikan. Yang lebih parah lagi ada sekolah yang hanya mengadakan driil soal-soal UAN dari ketiga bidang studi yang akan diujikan tersebut, pada lima atau enam bulan menjelang diselenggarakannya UAN.
Pelajaran Bahasa Indonesia juga tidak luput dari kebijaksanaan itu. Banyak guru Bahasa Indonesia harus ikut-ikutan melakukan praktik tersebut agar mereka tidak disebut gagal dalam mengajar. Sebagaimana persepsi sebagian besar masyarakat, bahwa keberhasilan guru terletak pada keberhasilannya membawa anak mencapai nilai tertinggi, atau lulus pada ujian akhir nasional.



sumber :
 
Warsiman. 2007. Kaidah bahasa Indonesia yang Benar: untuk Penulisan Karya Ilmiah (Laporan-Skripsi-Tesis-Desertasi). Bandung: Dewa Ruchi.

1 Dr. Warsiman, M.Pd., lahir di Bojonegoro, 5 Juni 1971. Dosen tetap pada Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, dan dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia FPBS IKIP PGRI Bojonegoro. Menyelesaikan program doktor (S-3) pada program studi Pendidikan Bahasa Indonesia di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung tahun 2009.